Jumat, 18 Februari 2011

Valentine

Adakah Anda merayakan valentine kemarin? Mungkin iya, mungkin tidak. Valentine biasanya dirayakan oleh remaja. Valentine diterjemahkan secara umum sebagai hari kasih sayang. Apa sih valentine itu? Anda bisa membacanya di internet. Berbagai hal tentang valentine ada di sana. Kajian tentang valentine pun ada. Tapi kita tidak sedang membicarakan itu, mari kita bicara tentang bagaimana dahsyatnya valentine menyebar ke negeri kita Valentine bisa menyebar dengan cepat bukan karena media massa yang menyebarkan, karena media massa hanya melaporkan fenomena apa yang terjadi di tengah masyarakat. Artinya terlebih dahulu ada seseorang atau sekelompok atau gerakan yang mulai terasa masiv di tengah masyarakat untuk merayakan valentine.Pihak yang gegap gempita menangkap fenomena ini ialah pebisnis. Terlebih pebisnis yang produknya sesuai dengan orang-orang yang merasa perlu merayakan valentine.
Remaja atau orang yang menjelang dewasa menjadi kalangan yang biasanya merayakan valentine. Setelah dewasa bisa saja mereka tak lagi merayakan valentine. Maklum, karena bagi kita masyarakat Indonesia valentine sejatinya tidak mengakar kuat. Tidak ada sesuatu yang mengharuskan kita untuk merayakannya. Kita hanya terkena arus budaya global.
Tapi di sinilah ”kesaktian” itu terlihat. Meskipun tidak mengakar ada diantara kita merayakannya. Valentine menjadi sebuah budaya pop, yang seolah tidak gaul jika tidak ikut merayakannya. Tidak perlu sejarah darimana berasal, tidak perlu latar belakang untuk apa valentine diperingati. Yang jelas valentine menarik hati. Kemasan valentine begitu mempesona dengan warna merah muda yang menjadi simbol romantisme bagi wanita. Biar lebih gaul menyebutnya bukan merah muda tetapi pink. Pink bukan sekadar bahasa Inggris, ia menjadi simbol budaya pop, gaul abis, kata anak muda.Bisnis pun mengokohkan simbol sekaligus budaya itu untuk melariskan dagangannya. Ekonomi memang tidak mengenal batas ruang dan waktu, tidak perlu pula melihat ras bahkan agama. Dimana dagangan bisa laku di sanalah barang/jasa itu dijual. Bagaimana menge mas dagangan, itu menjadi sangat penting termasuk didalamnya budaya pop seperti valentine. Valentine senantiasa hidup sebab remaja senantiasa tumbuh, ada dan ada lagi.
Bahasan tentang valentine beraneka ragam. Ada pula yang membandingkan dengan hari kesetiakawanan nasional (HKSN) tapi mengapa HKSN tidak nge-pop seperti valentine? Kemasan yang tidak nge-pop yang menjadikan HKSN tidak membudaya di tengah masyarakat kita. Pebisnis pun tidak melihat HKSN menjadi sebuah ikon yang bisa untuk mengemas dagangan mereka. Dari namanya pun kurang menjual, susah untuk dijual.
Bisnis butuh gaya. Bahkan hari Ibu pun tidak bisa dijual. Banyak pebisnis yang menjual mother’s day dibanding Hari Ibu. Sama-sama memperingati penghormatan kepada seorang ibu, Hari Ibu tidak laku. Mother’s day lebih gaya dan nge-pop. Yang bikin gaya karena mengunakan istilah bahasa Inggris, masyarakat kita suka itu.
Bagaimana cara agar peringatan hari-hari nasional bisa nge-pop? Sebelum mencanangkan tanyalah pada pebisnis.

0 komentar:

Posting Komentar