Senin, 14 Februari 2011

Kontroversi Gelar Adat Batak untuk SBY

Rencana pemberian gelar "Patuan Sorimulia Raja" kepada Presiden SBY dan "Naduma Harungguan Hasayangan" kepada ibu negara Ani Yudhoyono oleh masyarakat Batak ditolak. SBY dinilai tidak pantas mendapatkan gelar adat dari masyarakat Batak karena tidak mampu memimpin Indonesia menjadi lebih baik, apalagi cenderung bersifat politis.
Penolakan datang dari Partukkoan Naposo Bangso Batak (PNBB), dengan berunjuk rasa di dua lokasi, di Kota Medan, Minggu (16/1). Di kawasan tugu air mancur, Jalan Sudirman, massa membawa spanduk dan poster kecaman serta menggelar orasi penolakan atas rencana pemberian gelar yang disematkan bersamaan pada acara peresmian Monumen Batak, di Balige, Toba Samosir pada 18 Januari 2011.

Massa kemudian long march menuju Tugu Raja Sisingamangaraja XII, di Jalan Sisingamangaraja, kawasan Teladan. Di sana, massa mengadu kepada arwah Raja Sisingamangaraja karena mereka menilai TB Silalahi selaku fasitator pemberian gelar itu secara sepihak menjual suku Batak demi kepentingan politik.

Dalam aksinya, massa juga menangis dan meraung, memohon agar arwah Raja Sisingamangaja mengutuk oknum yang sengaja menjadikan suku Batak sebagai komoditas politik elit tertentu.
Koordinator aksi PNBB, Edi Barita Malau menegaskan, SBY tidak pantas menyandang gelar Raja Batak karena tidak pernah memperhatikan sarana dan prasarana di tanah Batak sejak SBY menjabat sebagai presiden.

"Intinya, kami sangat menolak penabalan gelar adat Batak kepada SBY. Kalau ini terjadi, adat Batak sudah diinjak-injak harkat dan martabatnya, karena ini tidak sesuai dengan idealisme serta cita-cita masyarakat Batak yang rindu akan pemimpin yang peduli dengan keadilan," kata Edi.

Selain menolak SBY menjadi orang Batak, massa PNBB ini juga menyampaikan pernyataan sikap menuntut pemerintahan SBY bertanggung jawab terhadap kriminalisasi jemaat HKBP di Bekasi. serta menangkap oknum yang terlibat konspirasi pemberian gelar adat kepada pejabat yang berujung pada kemiskinan, dan ketertindasan.

Selain menggelar aksi, massa juga membagi-bagikan selebaran kepada pengendara yang melintas di lokasi aksi serta memasang spanduk di sejumlah titik terkait penolakan pemberian gelar Raja Batak kepada SBY.

Tokoh pemuda Batak, Benget Silitonga, mempertanyakan dasar pemberian gelar adat kepada SBY. Menurut aktivis prodemokrasi yang bergabung dalam Bakumsu ini, pemberian gelar adar itu jelas politisasi dan eksploitasi adat dan budaya Batak secara keseluruhan. "Batak bukan bangsa murahan," tegas Benget.

Gelar Biasa
TB Silalahi menyatakan bahwa gelar yang akan diberikan kepada SBY bukan "Raja Batak", namun gelar kehormatan biasa saja. "Kalau disebut beliau diberi gelar Raja Batak, itu keliru. Nggak ada gelar Raja Batak," kata penggagas berdirinya Museum Batak ini.

Pendukung berdirinya Museum Batak, menurut TB Silalahi, adalah 6 suku Batak, yakni Dairi Pakpak, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing dan Angkola. Dari 6 suku tersebut, cuma Angkola yang memberikan gelar kehormatan kepada SBY.

"Cuma suku Angkola yang memberi gelar kehormatan, semacam sri baginda. Tapi bukan Raja Batak," tegas mantan anggota Wantimpres tersebut.

Dia mengatakan, karena yang memberi gelar kehormatan cuma suku Angkola, jadi tidak lucu jika ada warga Batak yang menolaknya. Apalagi dari luar suku Batak Angkola.

"Agak lucu juga kalau Batak Toba protes, karena Batak Toba dan yang lain selain Angkola hanya memberi pakaian kebesaran saja. Menteri-menteri yang datang ke sini juga sering diberi pakaian kebesaran," elak mantan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara ini.

TB Silalahi juga mempertanyakan jika pemberian gelar kepada SBY ini berbau politis. Tugas dia cuma menyukseskan pembangunan Museum Balige dan diresmikan oleh Presiden SBY agar masyarakat Batak termotivasi dan terinspirasi untuk lebih maju.

"Jadi bukan saya yang memberi gelar. Saya tidak bisa mempengaruhi suku-suku yang lain. Saya hanya berkepentingan agar Presiden meresmikan Museum Batak ini karena penting untuk memberi inspirasi dan motivasi kepada generasi muda," elaknya.

Dia menambahkan, Presiden juga sering mendapat gelar kehormatan dari berbagai suku atau wilayah di Indonesia, seperti dari Aceh, Minang, Ambon, Maluku, Papua.

"Kenapa Batak diprotes. Jadi suku-suku yang lain juga memberi kehormatan, kenapa orang batak yang ribut. Jadi siapa yang memolitisir, kita atau yang lain," tuntasnya.

0 komentar:

Posting Komentar