Minggu, 04 November 2012

Penebangan Hutan Sihaporas Diadukan ke Presiden & Kapolri

MINGGU, 24 JUNI 2012

SIANTAR- Warga Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, mengadukan pencurian kayu dan penebangan hutan secara liar (ilegal logging) yang dilakukan mantan Pangulu Nagori Sihaporas, Manotar Ambarita kepada Presiden SBY dan Kapolri, Rabu (20/6).

Surat pengaduan disampaikan perantau Sihaporas, Andi Dallen Ambarita dan Domu D Ambarita. Pengaduan ini merupakan tembusan surat pengaduan warga Sihaporas ke Polres Simalungun 21 Mei silam. “Pengaduan ini merupakan surat tembusan dari surat warga yang Sihaporas kepada Polres Simalungun.

Setelah sebulan lebih pengaduan dilakukan ke Polres Simalungun, sampai saat ini belum ada tindakan dari kepolisian setempat. Karena itulah kami sebagai putra Sihaporas di perantauan mengantarkan langsung surat  tembusan untuk Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Setneg,” ujar Andi dihubungi METRO usai menyerahkan surat kepada Paidi, bagian Tata Usaha Sekretariat Negara di Sekretariat Negara Jalan Veteran Jakarta Pusat, Rabu siang.

“Pak, mohon sampaikan kepada Bapak Presiden ya, agar surat ini dibaca beliau, dan sengketa ini menjadi perhatian aparat kepolisian dan Pemkab Simalungun,” sambung Andi Dallen Ambarita. “Ya, pasti kami sampaikan. Ini buktinya, surat tanda terima, kan sudah saya stempel,” ujar Andi Allen menirukan ucapan Paidi sembari membubuhkan tanda tangan dan stempel TU Sekneg pada fotocopian surat pengaduan yang ditandatangani 59 warga Sihaporas.

Pada hari yang sama, Andi dan Domu juga menyampaikan surat yang sama yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Surat diterima staf Ruang Pelayanan dan Penerimaan Surat di lantai Dasar Mabes Polri, Safitri. Usai menerima surat, Safitri menyerahkan tanda terima surat kepada Andi.

“Surat pengaduan ini akan kami sampaikan kepada Bapak Kapolri. Seminggu lagi silakan dicek, tanggal 27 Juni boleh telepon saya lagi, Pak,” ujar Safitri sembari membubuhkan nomor telepon Mabes Polri pada lembar tanda terima dimaksud. Andi menuturkan, masyarakat adat Sihaporas merasa sangat terhina atas perlakuan Pangulu Nagori Sihaporas Manotar Ambarita yang melakukan penebanagn kayu di kawasan hutan Pardongdongan Aek Batu Sihaporas.

Padahal, warga masayarakat adat sangat melindungi kelestarian hutan. “Apalagi tanah itu bukan milik dia, maupun orang tuanya. Sebab orangtuanya tinggal di kampung yang jauh di bawah Aek Batu, mengapa dia bisa melompati Kampung Aek Batu, dan mengkalim itu tanah dia. Mentang-mentang kepala desa, dia menyelewengkan kewenangan dengan menerbitkan surat keterangan tanah atas nama sendiri. Kami tidak setuju,” ujar Andi, yang ibunya masih tinggal di Aek Batu Sihaporas.

Saat berunjuk rasa ke kantor DPRD Simalungun 21 Mei silam, warga Sihaporas meminta DPRD setempat agar mendesak pencopotan Manotar pangulu karena menyerobot 100 hektare lahan warga Sihaproas. Dengan menyalahgunakan kewenangannga, pangulu menerbitkan surat keterangan tanah atas namanya sendiri di tanah yang diserobotnya di Aek batu Sihaporas, kampung berbeda dari kampung yang dia dan keluarga huni, yakni Sihaporas Bolon.

Kemudian dia membalikkan fakta, mengadukan 14 warga yang sehari-hari bertani ke Polres Simalungun. Akibat perbuatan pangulu itu, warga marah, dan berunjuk rasa, menuntut agar Manotar ditangkap. Warga pun membuat surat pengaduan yang diteken 59 warga.

Menurutnya, Manotar Ambarita telah menyalahgunakan kewenangan jabatannya, menyerobot tanah adat Nagori Sihaporas dari mastarakat banyak, untuk kepentingan dan atas nama pribadi maupun kelompoknya. Namun Pangulu Manotar Ambarita memutarbalikkan fakta dengan melaporkan warga sebagai pihak yang menyerobot tanah tersebut. (msc)
Read More

SIHAPORAS



Indonesia / Sumatera Utara / Pematang Siantar /
SIHAPORAS

Desa atau Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Berjarak kurang lebih 28 kilometer ke barat Kota Pematang Siantar, atau sekitar 5 km dari tepi Danau Toba, Sipolha. Desa Sihaporas dimekarkan awal 2000-an, dari Desa Jorlanghuluan, tak lama setelah Kecamatan Pematang Sidamanik terbentuk, pemekaran Kecamatan Sidamanik.

Kawasan Sihaporas ditemukan dan dinamai oleh Ompu Mamontang Laut, yang meyeberang Danau Toba menggunakan "Solu" atau sampan dari Ambarita ke Ujung Mauli-Sipolha, lalu naik ke puncak Bukit Simaringga, kemudian hamparan lahan nan indah. Saking kagumnya pada laham nan indah itu, Ompu Mamontang Laut berujar, "Horas. Uli nai luat on, jala dekke Siporas (pora-pora) pe balga-balga." Dari kekaguman itulah, kemudian kawasan hutan yang ditemuinya dinamai SIHAPORAS. Ompu Mamongtang Laut bermarga Ambarita Lumbang Pea, marga sulung dari dua Ambarita, satu lagi, Ambarita Lumban Pining.

***
Tahun 1998, sebelum Desa Sihaporas terbentuk, kami beberapa warga Sihaporas menyampaikan aspirasi kepada unsur Muspida Kabupaten Simalungun. Ketika itu, seingat saya hari Rabu, kami bertujuh yakni Sorbatua Siallagan, Mangitua Ambarita, Edy Ambarita, Baren Ambarita, Anggarali Ambarita, Hotlan Ambarita dan saya (Domuara Ambarita).

Di kantor Bupati di Jalan Asahan Pematang Siantar, sebelum ibu kota dipindah ke Pematang Raya, kami ditemui Bupati John Hugo Silalahi, dan Wakil Bupati Hj R Dartatik Damanik. Kemudian di gedung DPRD, kami diterima Ketua DPRD Kabuapten Simalungun H Syahmidun Saragih.

Ada kejadian memperihatinkan sekaligus menggelikan yang sulit saya lupakan. Ketika itu sudah lewat tengah hari, kami belum ada tanda-tanda diterima Bupati. Saya mencari akal agar menarik perhatian Bupati, kemudian membuat skenario, abang saya, Edy Ambarita pura-pura mengamuk dan berontak ditandai suara keras karena rakyat yang hendak menyampaikan aspirasi tidak direspons Bupati.

Betul saja. Bupati segera memeprsilakan kami masuk. Tapi tentu saja, ajudan dan pengawal Bupati sempat marah-marha hampir meringkus Edy Ambarita karena dianggap berbuat onar.

Saat diterima, kami menyampaikan empat aspirasi pokok, saya masih ingat betul. Sebab saya yang merangkum aspirasi warga Sihaproas, saya hanya jadi juru bicara. Aspirasi tersebut adalah (1) pengerasan jalan/pengadaan batu untuk jalan antara perkebunan Indorayon hingga ke Kampung Lumban Ambarita seterunya ke Sihaproas Bolon, dan Aek Batu

(2) Mengalihkan jalan dari Sibeangan dan sebaligus membuat jembatan permanen, karena jemabtan darurat tersebut telah menelan korban jiwa. (Sampai saat itu ada dua korban meninggal di jembatan darurat Sibengan, yang menjadi poros utama penghubung Sihaporas Bolon dan Lumban Ambarita, yakni seorang remaja, Diman Ambarita warga Kampung Aek Batu, kemudian A Erni Ambarita warga Lumban Ambarita Sihaporas. Mereka meninggal dalam waktu berbeda, tetapi oleh penyebab yang sama, sepeda motor jatuh ke jurang sedalam puluhan meter saat menyeberangi jembatan terbuat dari batangan kayu.

(3) Pembangunan Listrik Masuk Desa. Aliran listrik belum ada, sedangkan jumlah penduduk, ekonomi dan kegiatan sosial kemasyarakatan terus tumbuh. Sekolah dan gereja pun sudah berdiri, tapi belum dialiri listrik. Kalau pun ada, swada warga, menggunakan mesin diesel. SD Negeri Sihaporas, dan sarana ibadah berupa gereja, Gereja Katolik Santo Yohanes Sihaporas, dan Gereja HKBP Gunung Pariama Sihaporas

4) Pemekaran Desa Sihaporas dari Desa Jorlanghuluan.
Pemekaran perlu untuk mendekatkan pelayanan aparat desa kepada warga. Sejak selama ini, aspirasi warga tidak tertampung, dan kepala desa jarang sekali berkunjung. Dengan pemekaran desa, diharapkan terpilih putra-putra desa terbaik, yang peduli akan nasib desa dan warganya. Kemudian kepala desa Sihaporas pertama, terpilih Baren Ambarita, abang saya.

Sekitar lima tahun dai penyampian aspirasi itu satu persatu permohonan disetujui. Terima kasih pemerintah Kabupaten Simalungun, terutama John Hugo Silalahi, Dartatik Damanik dan mantan Ketua DPRD Syahmidun Saragih.

***
Tradisi Batak Toba
Desa Sihaporas, berada di pegunungan Bukit Barisan. Posisinya diapit empat kecamatan, 1) Girsang Sipanganbolon (Prapat) di Selatan, Kecamatan Sidamanik di Barat, Kecamatan Jorlang Hataran di Utara, dan Kecamatan Dolok Panribuan di Timur.

Populasi ada di tiga Kampung; Lumban Ambarita Sihaporas, Aek Batu dan Sihaporas Bolon dengan total kepala keluarga kurang lebih 1.000 KK.

Dari tahun 1980-2000-an, Sihaporas tersohor selaku penghasil komoditas ekspor yakni jahe. Banyak pendatang berdatangan sebagai buruh tani ke desa ini saat musim bercocok tanam dan panen jahe. Kini, era jahe berlalu, dan berganti produk kopi.

Selain itu, tanaman palawija darat yakni cabai, tomat, jagung dan sayur-mayur juga tumbuh subur di desa ini.

Sayang, perhatian pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemprov Sumatera Utara masih minim, sehingga potensi dasar masyarakat lokal belum maksimal. Padahal, akses jalan ke transSumatera tidak begitu jauh, kurnag lebih 5 kilometer, salah satu keunggulan Desa Sihaporas.

Ada khasanah warga Sihaporas, mereka umumnya marga Ambarita, yang berasal dari Kecamatan Ambarita Toba Samosir. Setiap keluarga, kalau bukan kepala keluarga yang Ambarita, ya dari ibu rumah tangga. Kalaupun bukan Marba Ambarita, dipastikan masih kerabat, misalnya menantu atau saudara dekat. Warga masih sangat erat sistem kekerabatan yang diatur adat Batak Toba, walau tinggal di Simalungun. Satu dua, mulai timbul pertentangan, karena pengaruh orang luar, seperti perusahaan pulp-kayu dekat Desa Sihaproas, maupun akibat ulah anak perantau yang kembali ke desa.

Hingga kini sudah 13 generasi, sejak Ompu Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita ke Ujung Mauli, Sipolha, kemudian ke Sihaporas. Masyarakat setempat masih memegang teguh adat-istiadat dan tradisi Batak Toba, temasuk Ulaon Bolon, untuk ucapan syukur sekaligus mohon pertolongan Tuhan Yang Maha Esa. Ulaon Bolon biasanya diisi 'gondang sabangunan', musik tradisi Batak Toba, yang digelar minimal empat tahun sekali.

Lazimnya Ulaon Bolon dilaksanakan usai panen besar, sekitar Oktober atau November.

Sihaporas potensial, namun masih tertinggal dibandingkan daerah lain yang lebih maju di Sumatera Utara maupun di procinsi lain. Maka, kita dipanggil untuk peduli. Mari kita bangun Bona Pasogit, Bonani pinasa, rasanya menghidupkan kembali seruan mendiang mantan Gubernur Raja Inal Siregar "Marsipature Hutana Be" sangat perlu.

Beta hamu bo, ta pature huta Sihaporas.

Horas
By Domu Damiannus Ambarita
domuambarita@gmail.com
Read More

Sejarah Marga Batak



 
SEJARAH MARGA BATAK - TAROMBO NI HALAK BATAK 


SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu :
  1. GURU TATEA BULAN
  2. RAJA ISOMBAON

TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN".
RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON) RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).

Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1.       Golongan Tatea Bulan Sama artinya dengan “Golongan Bulan” atau “Golongan (Pemberi) Perempuan”. Disebut juga golongan Hula-hula sama dengan Marga Lontung.
2.       Golongan Isombaon Sama artinya dengan “Golongan Matahari” atau “Golongan Laki-laki”. Disebut juga Golongan Boru sama dengan Marga Sumba.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera Si Singamangaraja, dan para orangtua dahulu menyebut Sisingamangaraja artinya Maha Raja), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.

1.      GURU TATEA BULAN
Dari istri Guru Tatea Bulan yang bernama Si Boru Baso Burning memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
Putra (sesuai urutan):
  1. Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, raja Sigumeleng-geleng), tanpa keturunan.
  2. Tuan Sariburaja (keturunannya Pasaribu).
  3. Limbong Mulana (keturunannya Limbong).
  4. Sagala Raja (keturunannya Sagala).
  5. Silau Raja (keturunannnya Malau, Manik, Ambarita dan Gurning).
Putri:
  1. Si Boru Pareme (kawin dengan Tuan Sariburaja, ibotona).
  2. Si Boru Anting Sabungan (kawin dengan Tuan Sorimangaraja, putra Raja Isombaon).
  3. Si Boru Biding Laut, (juga kawin dengan Tuan Sorimangaraja yang diyakini sebagai Nyi Roro Kidul).
  4. Si Boru Nan Tinjo (tidak kawin).

1.1.      Raja Uti
Raja Uti (atau sering disebut Si Raja Biak-biak, Raja Sigumeleng-geleng). Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan perempuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi, namun secara fisik tidak sempurna. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual tetap berpusat pada Raja Uti.

1.2.      Tuan Sariburaja

Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkanmarporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagilaki-laki).

Mula-mula Sariburaja kawin dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). kemudian Saribu Raja mengawini adiknya Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.

Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.

Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan.

Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung. Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si Raja Babiat. Di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing, Mereka bermarga Bayoangin. Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

1.2.1.            Si Raja Lontung
Putra pertama dari Tuan Sariburaja Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri yaitu:
Putra:
1.       Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
2.       Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.
3.       Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
4.       Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
5.       Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
6.       Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
7.       Siregar, keturunannya bermarga Siregar.
Putri :
1.       Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2.       Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora. (Si sia Marina artinnya Sembilan Satu Ibu).

1.2.1.1.            Tuan Situmorang
Keturunan Tuan Situmorang lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.

1.2.1.2.            Sinaga Raja
Keturunan Sinaga lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.

1.2.1.3.            Pandiangan
Keturunan PANDIANGAN Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.

1.2.1.4.            Toga Nainggolan
Keturunan NAINGGOLAN Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.

1.2.1.5.            Simatupang
Keturunan SIMATUPANG Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.

1.2.1.6.            Aritonang
Keturunan ARITONANG Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.

1.2.1.7.            Siregar
Keturunan SIREGAR Llahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

1.2.2.            Si Raja Borbor
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor. Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :

1.2.2.1.            Datu Dalu (Sahangmaima)
Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
-          Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat,
-          Tinendang, Tangkar,
-          Matondang,
-          Saruksuk,
-          Tarihoran,
-          Parapat,
-          Rangkuti.

1.2.2.2.            Sipahutar keturunannya bermarga Sipahutar

1.2.2.3.            Harahap keturunannya bermarga Harahap

1.2.2.4.            Tanjung keturunannya bermarga Tanjung

1.2.2.5.            Datu Pulungan keturunannya bermarga Pulungan
Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga :
-          Lubis,
-          Hutasuhut.

1.2.2.6.            Simargolang keturunannya bermarga Imargolang

1.3.      Limbong Mulana
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan, Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu :
1.       Palu Onggang, dan
2.       Langgat Limbong.
Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang yaitu :
1.       Tetap memakai marga induk, yaitu Limbong,
2.       Bermarga Sihole, dan
3.       Bermarga Habeahan.

1.4.      Sagala Raja
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.

1.5.      Silau Raja
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
1.       Malau,
2.       Manik,
3.       Ambarita dan
4.       Gurning.
Khusus sejarah atau tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
  1. Ambarita Lumban Pea
  2. Ambarita Lumban Pining
Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki yaitu :
  1. Ompu Mangomborlan
  2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op. Tondol Nihuta.
Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
  1. Op. Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut).
  2. Op Raja Marihot.
  3. Op Marhajang.
  4. Op Rajani Umbul.
Selanjutnya di bawah ini hanya dapat meneruskan tarombo dari Op. Mamontang Laut (karena keterbatasan data. Op Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita di Kabupaten Toba Samosir saat ini ke Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Hingga tahun 2008 ini, keturunan Op Mamontang laut sudah generasi kedelapan).
Op Mamontang Laut semula menikahi Boru Sinaga dari Parapat. Setelah sekian tahun berumah tangga, mereka tidak dikaruniai keturunan, lalu kemudian menikah lagi pada boru Sitio dari Simanindo Samosir. Dari perkawinan kedua, lahir tiga anak laki-laki yaitu : Op. Sohailoan menikahi Boru Sinaga bermukim di Sihaporas Aek Batu dan Op. Jaipul menikahi Boru Sinaga bermukin di Sihaporas Bolon.

2.      RAJA ISOMBAON
2.1.      Tuan Sorimangaraja
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang yaitu :
1.       Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan.
Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Ambaton.
2.       Si Boru Biding Laut (nai ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan.
Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Rasaon.
3.       Si Boru Sanggul Baomasan (nai suanon).
Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.

2.1.1.            Nai Ambaton (Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon)
Nama (gelar) putra sulung Tuan Sorimangaraja lahir dari istri pertamanya yang bernama Nai Ambaton. Nama sebenarnya adalahOmpu Raja Nabolon, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga Nai Ambaton menurut nama ibu leluhurnya.
Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:
1.       Simbolon Tua, keturunannya bermarga Simbolon, lahirlah marga :
-          Tinambunan,
-          Tumanggor,
-          Maharaja,
-          Turutan,
-          Nahampun,
-          Pinayungan,
-          Juga marga-marga Berampu dan Pasi.
2.       Tamba Tua, keturunannya bermarga Tamba, lahirlah marga :
-          Siallagan,
-          Tomok,
-          Sidabutar,
-          Sijabat,
-          Gusar,
-          Siadari,
-          Sidabolak,
-          Rumahorbo,
-          Napitu.
3.       Saragi Tua, keturunannya bermarga Saragi, lahirlah marga :
-          Simalango,
-          Saing,
-          Simarmata,
-          Nadeak,
-          Sidabungke.
4.       Munte Tua, keturunannya bermarga Munte (Munte, Nai Munte, atau Dalimunte), lahirlah marga :
-          Sitanggang,
-          Manihuruk,
-          Sidauruk,
-          Turnip,
-          Sitio,
-          Sigalingging.

“Walaupun keturunan Nai Ambaton sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antarsesama marga keturunan Nai Ambaton”.

2.1.2.            Nai Rasaon (Raja Mangarerak)
Nama (gelar) putra kedua dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri kedua tuan Sorimangaraja yang bernama “Nai Rasaon.
“Nama sebenarnya ialah Raja Mangarerak, tetapi hingga sekarang semua keturunan Raja Mangarerak lebih sering dinamai orang Nai Rasaon”.
Raja Mangarerak atau Nai Rasaon mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur. Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:
1.       Raja Mardopang
Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar.
2.       Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung. Marga pane adalah marga cabang dari sitorus.

2.1.3.            Nai Suanon (Tuan Sorbadibanua)
Nama (gelar) putra ketiga dari Tuan Sorimangaraja, lahir dari istri ketiga Tuan Sorimangaraja yang bernama Nai Suanon.
“Nama sebenarnya ialah Tuan Sorbadibanua, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai Tuan Sorbadibanua”.
Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
1.       Si Bagot Ni Pohan, keturunannya bermarga Pohan, melahirkan marga- marga cabang berikut:
1.       Tampubolon, Barimbing, Silaen.
2.       Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
3.       Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
4.       Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.
2.       Si Paet Tua, melahirkan marga-marga cabang berikut :
1.       Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
2.       Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
3.       Pangaribuan, Hutapea.
3.       Si Lahi Sabungan, keturunannya bermarga Silalahi, melahirkan marga-marga cabang berikut:
1.       Sihaloho.
2.       Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
3.       Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
4.       Sidabutar. Sinabutar (atas koreksian @Soeguest dan @Binsar Sitio)
5.       Sidabariba, Solia.
6.       Sidebang, Boliala.
7.       Pintubatu, Sigiro.
8.       Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.
4.       Si Raja Oloan, melahirkan marga dan marga cabang berikut :
1.       Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
2.       Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
3.       Bangkara.
4.       Sinambela, Dairi.
5.       Sihite, Sileang.
6.       Simanullang.
5.       Si Raja Huta Lima, melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1.       Maha.
2.       Sambo.
3.       Pardosi, Sembiring Meliala.
Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
1.       Si Raja Sumba, melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1.       Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
2.       Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.
2.       Si Raja Sobu, melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Sitompul, Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.
3.       Toga Naipospos, keturunannya bermarga Naipospos, melahirkan marga dan marga cabang berikut:
Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan, Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Sihotang.
Keluarga Tuan Sorbadibanua bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, Tuan Sorbadibanua menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata Si Raja huta lima terkena oleh lembing Si Raja Sobu. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh Tuan Sorbadibanua. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang tiga orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki Gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.




(Disadur dari buku “Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987)
Read More