Selasa, 22 Februari 2011

Maria br Siahaan, Dipolisikan Putri Kandung Gara-gara Jagung (1)

Sekolah Sampai Kelas 3 SD, Menikah di Usia 17 Tahun
Sederhana dan apa adanya. Itulah gambaran awal saat bertemu Maria br Siahaan atau Oppung Managara. Ketika ditemui di kediamannya di Dusun Sibaganding, Nagori Janggir Leto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, wanita 90 tahun ini menuturkan kisah hidupnya. Tentunya dengan keterbatasan ingatan yang ‘dikikis’ usia.
Hery M Purba-Simalungun


Maria menjadi bahan pemberitaan setelah jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun menuntutnya dengan hukuman penjara selama tiga bulan karena tuduhan mencuri jagung. Ironisnya, tuduhan tersebut dilakukan putri kandungnya, Darmauli br Napitupulu (45).
Saat berbincang-bincang tentang kehidupannya, wanita yang memiliki tujuh anak, 36 cucu, dan 25 cicit ini, harus ‘bekerja keras’ mengingat-ingat. Maklum, usianya sudah hampir satu abad, sehingga daya ingatnya sudah jauh berkurang.
Sembari duduk di kursi di teras rumah peninggalan almarhum suaminya, Zacheus Napitupulu, Maria mengaku sudah banyak lupa tentang jalan hidupnya. Setelah ‘penuh perjuangan’ Maria ingat ia lahir di Balige, 15 Agustus 1920. Ia sempat merasakan pendidikan di sekolah. Meskipun hanya hingga kelas 3 Sekolah Rakyat (setingkat Sekolah Dasar).
Maria terpaksa berhenti sekolah demi membantu kedua orangtuanya, Andreas Siahaan dan Farida Samosir. Sebagai anak tertua dari sembilan bersaudara, Maria menghabiskan masa remajanya untuk mengasuh saudara-saudaranya.
Saat usianya 17 tahun, Maria yang sudah remaja dilamar Zacheus Napitupulu. Oleh sang ayah, lamaran tersebut diterima tanpa terlalu banyak persyaratan. Sehingga kemudian Maria menikah dengan Zacheus.
Setelah resepsi pernikahan digelar sesuai adat Batak, Maria resmi menjadi istri Zacheus, yakni pada 26 Juli 1937. Sejak itu, Maria tinggal dengan suaminya di kawasan BDB Kota Pematangsiantar. Keluarga tersebut tinggal di kawasan BDB hingga memiliki tiga anak.
Sehari-hari, selain mengurus rumah tangga, Maria turut membantu suaminya bekerja di ladang. Selain itu, ia juga berjualan ke pekan-pekan. Itu semua dilakukan untuk menambah penghasilan suami demi membiayai kebutuhan keluarga, termasuk pendidikan anak-anaknya.
Tak sia-sia. Hasil kerja keras setiap harinya, Maria dan suami mampu menyekolahkan anak-anak mereka. Terbukti, ada anak yang menjadi guru dan tentara.
Kumpulan Marga
Siahaan Siap Bantu
Bila majelis hakim Pengadilan Negri (PN) Simalungun tidak memvonis bebas terhadap Maria, maka kumpulan marga Siaahan (Somba Debata) Siantar-Simalungun, siap memberikan bantuan hukum untuk membebaskan Maria.
Pernyataan itu disampaikan keturunan Somba Debata Siantar Simalungun, saat menjenguk Maria di kediamannya, Selasa (22/2). Keturunan Somba Debata yang terdiri atas keturunan Marhite Ombun, Raja Hinalang, Juara Monang, Tuan Pangorian, Namora I Tano, Tuan Manggellam, dan Tuan Nauli, tidak terima Maria divonis hukuman badan.
“Ini kan persoalan keluarga. Lagipula barang yang diambil juga tidak banyak, dan lokasi pengambilan di ladang sendiri,” kata Tagor Siahaan, keturunan Somba Debata.
Pada prinsipnya, kata Tagor, pihaknya menghormati proses hukum yang dijalankan, dan tidak berniat mengintervensi aparat hukum yang menyidangkan perkara. Namun pihaknya meminta majelis hakim membuka hati nurani dalam putusannya.
Kunjungan yang diprakasai DM Ater Siahaan ini dilakukan untuk memberikan dukungan moril kepada Maria agar tabah dan kuat menghadapi persoalan hukum yang dihadapinya, termasuk menghadapi perbuatan putrinya, Darmauli br Napitupulu.
“Marga Siahaan tidak akan membiarkan keturunan Somba Debata teraniaya, baik yang disebabkan orang lain, maupun keluarga sendiri,” kata Ater.
“Semoga Tuhan mengubah sikap dan pemikiran Darmauli,” sahut Ama Jonggara Siahaan.
Ama Jonggara menambahkan, pihaknya tidak ingin Darmauli mendapat hukuman yang tidak kelihatan dari Tuhan. “Hukum di bumi belum seberapa dengan hukum dari Tuhan,” ujarnya.
Ditambahkan St S Siahaan, anak tidak dapat membayar pengorbanan orangtua yang sudah bersusah payah melahirkan dan memperjuangkan mereka hingga dewasa, serta memenuhi kebutuhan hidup.
“Susah payah orangtua menyekolahkan dan membuat anaknya bekerja, seharusnya dibayar dengan perhatian, bukan malah menelantarkannya,” tukasnya.
Maria sendiri, seraya menangis mengucapkan terima kasih kepada hula-hula-nya. “Mauliate ma hu dok tu hamuna hula-hula nami, di haburjuan muna i. Ai adong dope na marasi roha mangida au, dang songon anak-kon niba (terima kasih kepada hula-hula atas kebaikan kalian. Masih ada ternyata yang peduli kepadaku, tidak seperti anak-anakku, red),” kata Maria yang mengaku tidak bisa tidur karena memikirkan tingkah laku anak-anaknya.
Selain memberikan kata penghiburan, keturunan Somba Debata juga memberikan boras si pir ni tondi kepada Maria dan putrinya, Runggu br Napitupulu, yang juga dituduh mencuri jangung oleh Darmauli. (bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar