Selasa, 12 Juli 2011

Pernikahan Ketua Muda Mudi Ambarita

Yang dilaksanakan Pada Hari Sabtu 9 July 2011 Di Kota Bogor
Yang Dimeriah Kan Oleh Kalangan Muda dan Orang Tua.

Nmaa lengkap dari Kedua Mempelai ialah Uda Pembangunan Ambarita Dengan Fie Fie Panggabean

Ini adalh Contoh Pemudah yang layak di contoh..Dimana Dia Adalah Seorang Pengusaha Muda Yang Berjiwa Sosial Yang Sangat Tinggi. Disamping Ia menjalankan bisnisnya dia juga menyemapatkan waktu nya kepada banyak organisasi organisasi sosial maupun arisan dan muda mudi di naposo Greja.



Alangkah Bangganya orang tua yang memiliki anak seperti Dia.

Muda Mudi dan Seluruh Keluarga Ambarita Se-Jabodetabek Pun Turut memeriahkan Acara Pernikahan tersebut, disamping Ketua juga sudah lumayan umurna...Jadi Senang rasanya..



Read More

Senin, 04 Juli 2011

SBY tak Diistimewakan


Dicalonkannya kembali SBY sebagai Capres pada pemilihan presiden pada tanggal 8 juli mendatang bagi masyarakat Tanjung Alam, Tanah Datar menerimanya sebagai hal yang biasa dan tidak ada yang diistemewakan.

"Sosok SBY itu adalah Presiden RI dan ketiga calon presiden yang akan dipilih pada tanggal 8 juli mendatang itu memiliki hubungan yang erat dengan kabupaten Tanahdatar, "kata Ketua KAN�Tanjung Alam Suardi Dt Panduko Marajo Minggu (21/06).

Dikatakannya, kita tidak masuk kedalam salah satu tim pemenangan caprespun walaupun SBY telah diberi gelar Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam.

"Gelar sangsako atau gelar penghormatan diberikan oleh masyarakat Tanjung Alam tanggal 27september 2006. Awal pemberian gelar tersebut karena SBY dinilai berjasa besar terhadap anak kemenakan kita yang berada diperantaun. Melalui jasa itulah setelah bermusyawarah bersama dengan masyarakat Tanjung Alam maka sepakat memberikan gelar kepada SBY, setelah mendapat dukungan dari LKAAM Tanahdatar dan Sumatera barat, "ungkapnya.

Kemudian dua calon lain seperti Megawati sebagai istri Taufiek Kiemas juga memiliki hubungan dengan Tanahdatar. Megawati merupakan menantu orang Tanahdatar dari nagari Sabu Kecamatan Batipuh. Jusuf Kalla urang sumando Tanahdatar karena istrinya Ny mufidah Yusuf�Kalla berasal dari Lintau.

"Sehingga atas dasar itu pulalah kita menyerahkan kepada anak kemenakan kita di Tanjung Alam untuk memilih calon yang terbaik. Kalau ada diantara para ninik mamak yang bergabung menjadi tim sukses itu merupakan hak pribadi dari masing masing ninik mamak tersebut, "ujarnya Suardi Dt Panduko Marajo. (*)
Read More

Ibu Hj Ani Bambang Yudhoyono meresmikan Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu dan Pameran Kriya Unggulan Nusantara di Aula Wisma Perdamaian, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (5/7) pagi. Lawang Sewu adalah salah satu gedung cagar budaya yang dibangun tahun 1902. Salah satu cara pemanfaatan bangunan cagar budaya adalah dengan melakukan tindak revitalisasi pada bangunan tersebut.

Ketua Panitia Pelaksana Okke Hatta Rajasa dalam laporannya menjelaskan, sejak Mei 2009, PT Kereta Api Indonesia (KAI) merestorasi Lawang Sewu agar dapat difungsikan sebagai museum hidup, pusat kegiatan seni dan budaya, serta dapat dimanfaatkan sektor industri kreatif.

"Guna mencapai tujuan tersebut, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan PT KAI dengan dukungan penuh Dewan Kerajinan Nasional serta dipayungi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan menggalakkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk menjadikan Lawang Sewu sebagai ikon dalam mendukung pengembangan citra, bukan saja bagi kota Semarang maupun Provinsi Jawa Tengah, tetapi juga untuk Indonesia," kata Okke.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dalam sambutan selamat datangnya mengharapkan dengan diresmikan Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu dapat menjadi daya ungkit destinasi pariwisata Jawa Tengah. "Ini juga menjadi pendukung untuk suksesnya program Visit Jawa Tengah 2013," Bibit menjelaskan.

Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Lawang Sewu sudah sah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui Kemenbudpar pada bulan Juni 2010. "Benda atau bangunan dapat dikategorikan cagar budaya apabila sudah berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, agama, pendidikan, dan kebudayaan, serta memiliki nilai budaya," terang Jero Wacik.

"Kriteria itu tidak otomatis menjadi cagar budaya, tapi diusulkan, dan kemudian keluar Keputusan Menteri yang menetapkan bangunan atau benda itu cagar budaya," jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Ibu Ani dan para undangan menyaksikan penayangan video selayang pandang Lawang Sewu dan proses pemugaran gedungnya.

Ibu Negara mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada PT KAI, gubernur, walikota, pengurus Dekranasda, dan semua pihak yang ikut menyukseskan acara ini. "Saya sungguh bangga dengan penyelamatan dan pelestarian Lawang Sewu yang usianya sudah lebih dari 100 tahun karena gedung ini sangat unik dan bersejarah. Saya berharap peresmian ini dapat membawa sisi positif bagi investasi, pariwisata, dan industri kreatif," seru Ibu Ani.

"Gedung Lawang Sewu yang sudah berusia lebih dari 100 tahun dapat dijadikan ikon wisata dan budaya untuk mendukung pengembangan citra kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah pada khususnya dan Indonesia pada umumnya," Ibu Ani menjelaskan.

Usai peresmian, Ibu Ani dan Ibu Herawati Boediono meninjau Lawang Sewu yang berjarak beberapa meter dari tempat acara. Di Lawang Sewu, Ibu Ani juga meninjau pameran industri kreatif. Mendampingi Ibu Ani dan Ibu Herawati Boediono, antara lain Menbudpar Jero Wacik, Triesna Jero Wacik, Ratna Djoko Suyanto, Sylvia Agung Laksono, Lis Purnomo Yusgiantoro, Murniati Widodo AS, Soraya Zulkifli Hasan, dan Laily M Nuh.

Lawang Sewu terletak di komplek tugumuda, dahulu merupakan gedung megah berbaya art deco, yang digunakan Belanda sebagai kantor pusat kereta api ( trem ), atau lebih dikenal dengan Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij ( NIS ). Bangunan karya Arsitek Belanda Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Queendag menurut catatan sejarah dibangun tahun 1903, kemudian diresmikan pada tanggal 1 juli 1907.Masyarakat Semarang lebih mengenal gedung ini dengan sebutan Gedung Lawang Sewu, mengingat gedung ini memiliki jumlah pintu dalam jumlah banyak, yangt dalam arti kiasan banyak berarti jumlahnya seribu atau lebih , yang dalam bahasa jawa Lawang Sewu.Lawang berarti pintu dan Sewu berarti seribu.

Dalam hal ini Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) bekerja sama dengan Pemda Prov. Jawa Tengah dan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) akan merencanakan peresmian Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu, di Gedung Perdamaian Semarang Jawa Tengah.


"Acara tersebut rencanakan akan diselenggarakan selama lima hari, dimulai pada 5 Juli hingga 10 Juli 2011 yang akan diresmikan secara langsung oleh Ibu Negara Hj Ani Yudhoyono, selaku Pembina Dekranas," kata Okke Hatta Rajasa, ketua panitia acara peresmian Gedung Lawang Semu kepada wartawan di Jakarta, (13/6).

Okke menjelaskan, kegiatan ini bertujuan menjadikan Lawang Sewu sebagai ikon wisata dan budaya untuk mendukung pengembangan provinsi Jawa Tengah, khususnya kota Semarang.

"Selain itu, diharapkan dapat membawa sisi positif terhadap investasi, perdagangan dan pariwisata dengan mengoptimalkan Lawang Sewu sebagai salah satu daerah tujuan wisata," jelas Okke.

Sementara itu Ketua Panitia Bidang Promosi Pariwisata, Trisnawati Jero Wacik menambahkan, "Karena kegiatan ini dipayungi Kementerian Pariwisata dan Budaya, maka kami mengupayakan promosi wisata untuk kegiatan ini."

"Pemanfaatan benda cagar budaya Lawang Sewu sebagai obyek wisata di Jawa Tengah bukan hanya menarik minat pengunjung pada saat pembukaan saja, melainkan dapat menjadi destinasi wisata jangka panjang," tambah Trisnawati.

Untuk mendukung promosi kegiatan ini, lanjut Trisnawati, pihaknya akan melakukan promosi langsung di berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta, Bandung, dan Semarang dengan membuat paket wisata.


Dalam rangka memeriahkan kegiatan peresmian purna pugar gedung A Lawang Sewu rencananya akan digelar berbagai acara antara lain pameran Kriya Unggulan Nusantara dan berbagai pameran lainnya, pergeleran seni, atraksi budaya dan lomba yang dikhususkan untuk anak-anak.
Bangunan cagar budaya Lawangsewu, Kota Semarang, selama ini lebih dikenal sebagai tempat wisata mistis. Banyak pengunjung datang ke gedung kuno yang dibangun tahun 1904 itu karena penasaran ingin merasakan situasi ataupun "keanehan" Lawangsewu dari sisi mistis.
Kini, citra tersebut diharapkan berubah seiring dengan adanya acara Purna Pugar Cagar Budaya Lawangsewu dan Pameran Kriya Nusantara.
Pameran ini akan digelar mulai 5 Juli mendatang. Kepala Humas PT Kereta Api Daop IV Semarang, Sapto Hartoyo, mengatakan, Lawangsewu dapat menjadi ikon kota. Dengan adanya pameran, citra Lawangsewu diharapkan berubah.
"Kegiatan ini kami harapkan bisa mengubah image Lawangsewu yang sebelumnya menjadi tempat wisata misteri," kata Sapto.
Lawangsewu merupakan satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang. Cagar budaya tersebut tak boleh diubah bentuk maupun bahannya. Sebagai bangunan yang memiliki nilai sejarah, bangunan tersebut diharapkan menjadi pendorong roda perekonomian nasional.
Menjelang peresmian Lawangsewu sebagai tempat wisata dan pa meran, gedung tersebut terus dibenahi. Hingga kini, tahapannya sudah mencapai 80 persen. PT Kereta Api telah melakukan pemasangan listrik dan membuat taman. Sesuai rencana, 1 Juli depan kawasan yang akan diresmikan Ibu Negara Ani Yudhoyono tersebut sudah steril.
18 Ruangan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Tengah Sri Suharti Bibit Waluyo mengemukakan, panitia menyiapkan 18 ruangan di lantai satu Lawangsewu untuk pameran yang melibatkan 33 provinsi.
Di lantai dua, disiapkan 17 ruangan untuk menampilkan kerajinan atau produk unggulan 35 kabupaten/kota Jateng. ”Tujuan Pameran Kriya Nusantara ini tentu saja untuk memamerkan hasil karya kerajinan yang ada di Indonesia,” tandasnya.
Terpisah, Pelaksana Harian (Plh) Sekda Jateng Sriyadhi menegaskan, pameran ini bakal memberikan multiefek luar biasa.
”Sektor riil akan bergerak, seperti tingkat hunian hotel, penggunaan taksi maupun pusat oleh-oleh,” ujarnya. Bukan hanya kerajinan, pusat kuliner juga akan ditampilkan dalam pameran tersebut. (J17,H23-43)
Read More

Minggu, 03 Juli 2011

Taman Nasional Komodo


Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga buah pulau besar yaitu pulau Komodo, pulau Rinca dan pulau Padar serta 26 buah pulau besar/kecil lainnya. Sebanyak 11 buah gunung/bukit yang ada di Taman Nasional Komodo dengan puncak tertinggi yaitu Gunung Satalibo (± 735 meter dpl). Wilayah darat taman nasional ini 603 km² dan wilayah total adalah 1817 km².

Keadaan alam yang kering dan gersang menjadikan suatu keunikan tersendiri. Adanya padang savana yang luas, sumber air yang terbatas dan suhu yang cukup panas; ternyata merupakan habitat yang disenangi oleh sejenis binatang purba Komodo (Varanus komodoensis).

Sebagian besar taman nasional ini merupakan savana dengan pohon lontar (Borassus flabellifer) yang paling dominan dan khas. Beberapa tumbuhan yang ada di Taman Nasional Komodo antara lain rotan (Calamus sp.), bambu (Bambusa sp.), asam (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida), bidara (Ziziphus jujuba), dan bakau (Rhizophora sp.)

Selain satwa khas Komodo, terdapat rusa (Cervus timorensis floresiensis), babi hutan (Sus scrofa), ajag (Cuon alpinus javanicus), kuda liar (Equus qaballus), kerbau liar (Bubalus bubalis); 2 jenis penyu, 10 jenis lumba-lumba, 6 jenis paus dan duyung yang sering terlihat di perairan laut Taman Nasional Komodo
Read More

Batu Terbesar Di Dunia


Kamu pernah membayangkan sebuah batu yang berukuran sangat besar? gak pernah? ya udah ga apa-apa, ngapain juga ngebayangin batu, ga ada kerjaan amat hehehe.. tapi tau ga sih ada suatu daerah di Indonesia yang cukup unik karena di tempat itu terletak batu yang sangat besar. Nama tempatnya adalah Bukit Kelam, yang berlokasi di Kalimantan Barat.

Kontruksi batu kelam benar-benar hanya terdiri dari satu batu, jadi bukan terdiri dari banyak batu. Saking besarnya, orang-orang menjuluki batu ini sebagai batu terbesar di dunia.. hehe…

Bukit Kelam atau Kelam Hill menyajikan suatu pemandangan yang sangat indah, terlihat jelas bila melakukan perjalanan dari Sintang menuju Kabupaten Kapuas Hulu. Dibutuhkan kurang lebih 30 menit dari Kota Sintang, Kalimantan Barat, untuk tiba di Bukit Kelam, yang masuk wilayah Kecamatan Kelam, Kabupaten Sintang.

Luas areal wisata alam Bukit Kelam adalah 520 hektar. Di dalamnya banyak sekali terdapat keunikan dan kekayaan hayati. Udaranya sangat sejuk dan segar. Pokoknya, cocok buat rekreasi alam bagi semua kalangan.

Bila kamu berkeinginan untuk naik ke atas Bukit Kelam, bisa loh, karena fasilitas tangganya sudah tersedia, tapi harus hati-hati karena tangganya terbuat dari besi. Kamu harus menaiki tangga itu satu-satu. Lumayan capek. Tapi anggap saja sedang berolahraga. Kalau kamu fisiknya lagi ga fit, mending ga usah nekat deh, bisa kecapekan di tengah jalan karena kalo mau turun lagi ke bawah juga sama capeknya… serba salah kan, jadi kalo fisiknya lagi ga fit, mending tidur aja di rumah, (loh?)..

Masih di kawasan Bukit Kelam kamu bisa nemuin juga kolam renang untuk berendam dan bersantai ria. Kalau kamu pengen nginep di sana, bisa, karena ada camping ground yang cukup luas dan aman.

Sedikit petunjuk ke Bukit Kelam, kamu bisa mulai perjalanan dari Kota Pontianak, ibukota Kalimantan Barat. Dari Pontianak menuju ke Kota Sintang itu dapat di tempuh selama kurang lebih 7 sampai 8 jam, tergantung jalan mana yang kamu lewati, kendaraan apa yang digunakan, kalau naik bajaj pasti lama nyampenya… hiyaaaa emang ada bajaj di sana? heuheu..

Seperti halnya Gunung Tangkuban Parahu di Bandung, Jawa Barat, yang punya cerita legenda Sangkuriang, Bukit Kelam juga memiliki cerita legendanya tersendiri. Tapi bener kamu lagi santai?! lagi punya waktu untuk baca? Ya udah kalo lagi santai ini ceritanya..

Alkisah, di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin dari keturunan Dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Karena hal itu pula ia kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia, dan rendah hati. Kedua pemimpin tersebut bermata pencaharian utama menangkap ikan, di samping juga berladang dan berkebun.

Bujang Beji beserta pengikutnya menguasai sungai di Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Ikan di sungai Simpang Melawi beraneka ragam jenis dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan sungai di Simpang Kapuas. Tidak heran jika setiap hari Temenggung Marubai selalu mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan Bujang Beji.

Temenggung Marubai menangkap ikan di sungai Simpang Melawi dengan menggunakan bubu (perangkap ikan) raksasa dari batang bambu dan menutup sebagian arus sungai dengan batu-batu, sehingga dengan mudah ikan-ikan terperangkap masuk ke dalam bubunya. Ikan-ikan tersebut kemudian dipilihnya, hanya ikan besar saja yang diambil, sedangkan ikan-ikan yang masih kecil dilepaskannya kembali ke dalam sungai sampai ikan tersebut menjadi besar untuk ditangkap kembali. Dengan cara demikian, ikan-ikan di sungai di Simpang Melawi tidak akan pernah habis dan terus berkembang biak.

Mengetahui hal tersebut, Bujang Beji pun menjadi iri hati terhadap Temenggung Marubai. Karena ga mau kalah, Bujang Beji pun pergi menangkap ikan di sungai di Simpang Kapuas dengan cara menuba (meracuni air di sungai). Dengan cara itu, ia pun mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Pada awalnya, ikan yang diperoleh Bujang Beji dapat melebihi hasil tangkapan Temenggung Marubai. Namun, ia tidak menyadari bahwa menangkap ikan dengan cara menuba lambat laun akan memusnahkan ikan di sungai Simpang Kapuas, karena tidak hanya ikan besar saja yang tertangkap, tetapi ikan kecil juga ikut mati. Akibatnya, semakin hari hasil tangkapannya pun semakin sedikit, sedangkan Temenggung Marubai tetap memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Hal itu membuat Bujang Beji semakin dengki dan iri hati kepada Temenggung Marubai.

”Wah, gawat jika keadaan ini terus dibiarkan!” gumam Bujang Beji dengan geram.

Sejenak ia merenung untuk mencari cara agar ikan-ikan yang ada di kawasan Sungai Melawi habis. Setelah beberapa lama berpikir, ia pun menemukan sebuah cara yang paling baik, yakni menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Dengan demikian, Sungai Melawi akan terbendung dan ikan-ikan akan menetap di hulu sungai.

Setelah memikirkan masak-masak, Bujang Beji pun memutuskan untuk mengangkat puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan kesaktiannya yang tinggi, ia pun memikul puncak Bukit Batu yang besar itu. Oleh karena jarak antara Bukit Batu dengan hulu Sungai Melawi cukup jauh, ia mengikat puncak bukit itu dengan tujuh lembar daun ilalang.

Di tengah perjalanan menuju hulu Sungai Melawi, tiba-tiba Bujang Beji mendengar suara perempuan sedang menertawakannya. Rupanya, tanpa disadari, dewi-dewi di Kayangan telah mengawasi tingkah lakunya. Saat akan sampai di persimpangan Kapuas-Melawi, ia menoleh ke atas. Namun, belum sempat melihat wajah dewi-dewi yang sedang menertawakannya, tiba-tiba kakinya menginjak duri yang beracun.

”Aduuuhhh… !” jerit Bujang Beji sambil berjingkrat-jingkrat menahan rasa sakit.

Seketika itu pula tujuh lembar daun ilalang yang digunakan untuk mengikat puncak bukit terputus. Akibatnya, puncak bukit batu terjatuh dan tenggelam di sebuah rantau yang disebut Jetak. Dengan geram, Bujang Beji segera menatap wajah dewi-dewi yang masih menertawakannya.

”Awas, kalian! Tunggu saja pembalasanku!” gertak Bujang Beji kepada dewi-dewi tersebut sambil menghentakkan kakinya yang terkena duri beracun ke salah satu bukit di sekitarnya.

”Enyahlah kau duri brengsek!” seru Bujang Beji dengan perasaan marah.

Setelah itu, ia segera mengangkat sebuah bukit yang bentuknya memanjang untuk digunakan mencongkel puncak Bukit Batu yang terbenam di rantau (Jetak) itu. Namun, Bukit Batu itu sudah melekat pada Jetak, sehingga bukit panjang yang digunakan mencongkel itu patah menjadi dua. Akhirnya, Bujang Beji gagal memindahkan puncak Bukit Batu dari Nanga Silat untuk menutup hulu Sungai Melawi. Ia sangat marah dan berniat untuk membalas dendam kepada dewi-dewi yang telah menertawakannya itu.

Bujang Beji kemudian menanam pohon kumpang mambu yang akan digunakan sebagai jalan untuk mencapai Kayangan dan membinasakan para dewi yang telah menggagalkan rencananya itu. Dalam waktu beberapa hari, pohon itu tumbuh dengan subur dan tinggi menjulang ke angkasa. Puncaknya tidak tampak jika dipandang dengan mata kepala dari bawah.

Sebelum memanjat pohon kumpang mambu, Bujang Keji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh binatang dan roh jahat di sekitarnya agar tidak menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kayangan untuk membinasakan dewi-dewi tersebut.

Namun, dalam upacara tersebut ada beberapa binatang yang terlupakan oleh Bujang Beji, sehingga tidak dapat menikmati sesajiannya. Binatang itu adalah kawanan sampok (rayap) dan beruang. Mereka sangat marah dan murka, karena merasa diremehkan oleh Bujang Beji. Mereka kemudian bermusyawarah bagaimana cara menggagalkan niat Bujang Beji agar tidak mencapai kayangan.

”Apa yang harus kita lakukan, Raja Beruang?” tanya Raja Sampok kepada Raja Beruang dalam pertemuan itu.

”Kita robohkan pohon kumpang mambu itu,” jawab Raja Beruang.

”Bagaimana caranya?” tanya Raja Sampok penasaran.

”Kita beramai-ramai menggerogoti akar pohon itu ketika Bujang Beji sedang memanjatnya,” jelas Raja Beruang.

Seluruh peserta rapat, baik dari pihak sampok maupun beruang, setuju dengan pendapat Raja Beruang.

Keesokan harinya, ketika Bujang Beji memanjat pohon itu, mereka pun berdatangan menggerogoti akar pohon itu. Oleh karena jumlah mereka sangat banyak, pohon kumpang mambu yang besar dan tinggi itu pun mulai goyah. Pada saat Bujang Beji akan mencapai kayangan, tiba-tiba terdengar suara keras yang teramat dahsyat.

”Kretak… Kretak… Kretak… !!!”

Beberapa saat kemudian, pohon Kumpang Mambu setinggi langit itu pun roboh bersama dengan Bujang Beji.

”Tolooong… ! Tolooong…. !” terdengar suara Bujang Beji menjerit meminta tolong.

Pohon tinggi itu terhempas di hulu sungai Kapuas Hulu, tepatnya di Danau Luar dan Danau Belidak. Bujang Beji yang ikut terhempas bersama pohon itu mati seketika. Maka gagallah usaha Bujang Beji membinasakan dewi-dewi di kayangan, sedangkan Temenggung Marubai terhindar dari bencana yang telah direncanakan oleh Bujang Beji.

Menurut cerita, puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Patahan bukit yang berbentuk panjang yang digunakan Bujang Beji untuk mencongkelnya menjelma menjadi Bukit Liut. Adapun bukit yang menjadi tempat pelampiasan Bujang Beji saat menginjak duri beracun, diberi nama Bukit Rentap.
Read More

I N A L U M

http://playak.net/profiles/blogs/asahan-indonesias-wildest
Read More