“Level Gayus Tambunan dan direktur juga ada."
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan siap menyelidiki transaksi rekening mencurigakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. "Tergantung hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),” ujar juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., kemarin. “Kalau ada dugaan, itu bisa dilakukan penyelidikan.”
Tapi, kata Johan, sebelum melakukan penyelidikan, PPATK harus menyerahkan terlebih dulu datanya kepada Komisi. Tanpa mekanisme ini, Komisi tidak bisa mengambil tindakan lebih jauh.
Johan beralasan, data-data yang dimiliki PPATK merupakan temuan lembaga itu. Komisi tidak dimungkinkan melakukan penyelidikan langsung tanpa ada permintaan dari PPATK. Penyelidikan langsung bisa dilakukan jika temuan PPATK itu atas permintaan Komisi.
Sampai saat ini, menurut Johan, belum ada komunikasi di antara kedua lembaga perihal temuan tersebut. "Kami baru tahu ada data-data itu juga dari media.” Komisi dan PPATK juga belum menjadwalkan pertemuan untuk membahas temuan tersebut.
Pusat Pelaporan menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 27 miliar yang dilakukan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, masih ada temuan lain berupa transaksi mencurigakan dari beberapa pegawai pajak senilai Rp 500 juta sampai Rp 7 miliar.
Menurut Kepala PPATK Yunus Husein, temuan itu ada di berbagai wilayah dan berbagai tingkat. Dari kepala seksi sampai eselon II, dan eselon III. “Level Gayus Tambunan dan direktur juga ada," katanya.
Data ini berasal dari pemeriksaan 3.616 rekening pegawai Pajak dan 12.089 rekening keluarga pegawai Pajak. "Analisis dilakukan pada pegawai aktif, istri, anak, kerabat dekat pegawai, serta pensiunan pegawai," ujar Yunus.
Pola yang dilakukan aparat pajak dalam melakukan transaksi adalah dengan menggunakan rekening istri dan anaknya. Cara lain, dengan membeli instrumen investasi, seperti unit link dan reksadana.
Yunus menjelaskan, transaksi Rp 500 juta sampai Rp 7 miliar dilakukan dalam satu transaksi. “Juga ada salah satu transaksi tunai dengan total senilai Rp 27 miliar.”
Hal yang sama ditemukan PPATK pada pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jumlah rekening yang diteliti sebanyak 1.245 rekening pegawai dan 3.408 rekening anggota keluarganya. Hasilnya, PPATK menemukan kisaran transaksi yang dilakukan Rp 500 juta sampai Rp 41 miliar.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Lolo mengaku telah mengantongi data transaksi mencurigakan pegawai Pajak serta Bea dan Cukai. Data tersebut masih dipelajari dan diperiksa silang dengan laporan kekayaan pegawai kedua direktorat tersebut.
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan siap menyelidiki transaksi rekening mencurigakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. "Tergantung hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),” ujar juru bicara Komisi, Johan Budi S.P., kemarin. “Kalau ada dugaan, itu bisa dilakukan penyelidikan.”
Tapi, kata Johan, sebelum melakukan penyelidikan, PPATK harus menyerahkan terlebih dulu datanya kepada Komisi. Tanpa mekanisme ini, Komisi tidak bisa mengambil tindakan lebih jauh.
Johan beralasan, data-data yang dimiliki PPATK merupakan temuan lembaga itu. Komisi tidak dimungkinkan melakukan penyelidikan langsung tanpa ada permintaan dari PPATK. Penyelidikan langsung bisa dilakukan jika temuan PPATK itu atas permintaan Komisi.
Sampai saat ini, menurut Johan, belum ada komunikasi di antara kedua lembaga perihal temuan tersebut. "Kami baru tahu ada data-data itu juga dari media.” Komisi dan PPATK juga belum menjadwalkan pertemuan untuk membahas temuan tersebut.
Pusat Pelaporan menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 27 miliar yang dilakukan seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, masih ada temuan lain berupa transaksi mencurigakan dari beberapa pegawai pajak senilai Rp 500 juta sampai Rp 7 miliar.
Menurut Kepala PPATK Yunus Husein, temuan itu ada di berbagai wilayah dan berbagai tingkat. Dari kepala seksi sampai eselon II, dan eselon III. “Level Gayus Tambunan dan direktur juga ada," katanya.
Data ini berasal dari pemeriksaan 3.616 rekening pegawai Pajak dan 12.089 rekening keluarga pegawai Pajak. "Analisis dilakukan pada pegawai aktif, istri, anak, kerabat dekat pegawai, serta pensiunan pegawai," ujar Yunus.
Pola yang dilakukan aparat pajak dalam melakukan transaksi adalah dengan menggunakan rekening istri dan anaknya. Cara lain, dengan membeli instrumen investasi, seperti unit link dan reksadana.
Yunus menjelaskan, transaksi Rp 500 juta sampai Rp 7 miliar dilakukan dalam satu transaksi. “Juga ada salah satu transaksi tunai dengan total senilai Rp 27 miliar.”
Hal yang sama ditemukan PPATK pada pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Jumlah rekening yang diteliti sebanyak 1.245 rekening pegawai dan 3.408 rekening anggota keluarganya. Hasilnya, PPATK menemukan kisaran transaksi yang dilakukan Rp 500 juta sampai Rp 41 miliar.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sonny Lolo mengaku telah mengantongi data transaksi mencurigakan pegawai Pajak serta Bea dan Cukai. Data tersebut masih dipelajari dan diperiksa silang dengan laporan kekayaan pegawai kedua direktorat tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar