HKBP Gunung Pariama Sihaporas
Salah jemaat filial HKBP Ressort Jorlang Huluan, terletak kl 10,4 km dari Pamatang Jorlang Huluan; 38km dari Pematangsiantar. Jemaat ini memiliki kl 60 KK kepala keluarga yang berdiam di Nagori Sihaporas, yaitu dusun Gunung Pariama, Sihaporas Bolon, Sihaporas Bayu dan Sihaporas Aek Batu (Sibelu), dan termasuk Kecamatan Pamatang Sidamanik.
Ornamen batak yang tampak dalam arsitektur bangunan gereja adalah perencanaan Panitia Bangunan yang dipercayakan kepada mereka, Op Monika Ambarita (Ketua), Sekretaris Bangkit Ambarita dan Bendahara Arisman Ambarita (Pa Ardis). Tahapan pembangunan kini adalah memikirkan plafon gereja yang direncanakan akan dibuat dari kayu.
Sekilas sejarah HKBP Gn P Sihaporas, mesti mencantumkan nama Gunung Pariama (Panenan; Tempat Raja-raja berkumpul) karena pertapakan gereja yang luasnya kl 200m2 adalah pemberian dari tua-tua masyarakat Gunung Pariama. Dan dari sana sebenarnya pertama sekali digagasi untuk mendirikan jemaat ini. Perkumpulan-perkumpulan rumah tangga, yang dilakukan pada hari minggu di rumah Cst R Br Sirait, dan dibantu oleh para penatua dari jemaat HKBP Marihat Huluan. Misalnya, pernah dibantu oleh St Binnen Manik (Mantan Pangulu Jorlang Huluan), St Edison Sinaga (Mantan Kasek SD Inpres Sihaporas) dan pernah pula voorgangernya St Hotnen Harianja (dari Gunung Hariahan).
Kini Uluan Huria HKBP Gn Pariama Sihaporas 2008-12 adalah St Jabontor Sijabat, dari Aek Batu.
Ada beberapa denominasi di daerah ini al. HKBP, RK, dan satu lagi jemaat Gpdi yang bagi sebagian besar masyarakat memang diharapkan membasmi dan menghilangkan praktek animisme yang masih kental dipraktekkan di daerah ini; misalnya marbabi sitiotio; mamele; martutu aek dlsb. Pada waktu lalu, juga terlihat ada yang masih mempertahankan pemakaian hau tata; kayu mentah yang dipakai sebagai batang, peti mati seorang RK tua yang meninggal. Kayu kemiri yang masih basah dengan diameter kl 1,5 m itu kemudian digorga. Menurut mereka, tradisi ini berasal dan mereka bawa dari Samosir. Dan konon hau tata mesti dikerjakan pande (ahli; tukang) di harangan tidak bolerh dikerjakan di desa sampai selesai. Namun kini, mungkin dengan alasan tempat sudah dikerjakan didepan rumah yang kemalangan saja.
Praktek animisme, menyembah dan memuja para arwah leluhur, sombaon dll disinyalir adalah praktek yang ditolerir RK, hingga berkembang luas. Dalam beberapa hal praktek ini mirip ritus yang kerap dilakukan dalam sekte ini; sehingga selain HKBP gereja GPdI harus disyukuri keberadaannya dalam membasmi atau minimal sedikit demi sedikit mgnhilangkan praktek animisme ini.
Mata pencaharian masyarakat adalah bertani dengan membudidayakan kopi ateng (sigarar utang) yang konon di daerah ini tidak perlu di siangi apalagi diberi kompos. Dasawarsa lalu produk didaerah ini adalah pege, jahe yang sangat baik. Bahkan masyarakat sebenarnya dapat membangun dan sejahtera dari hasil tanaman ini. Tapi kenyataannya banyak yang tidak mempergunakannya untuk tujuan memperbaiki hidup, orang malah berjudi, mabukmabukan dan berfoya. Hingga datanglah virusnya, dan menghabisi semua mata pencaharian. Hingga kini kl 15 tahun sudah, belum ada orang yang menjamin virusnya sudah hilang; namun masih terngiang kejayaan jahe. Ada anekdot untuk itu, karena jahe pedas kini yang tinggal bagi masyarakat kenangan pahitnya saja : tinggal siak na ma nuaeng.
Salah jemaat filial HKBP Ressort Jorlang Huluan, terletak kl 10,4 km dari Pamatang Jorlang Huluan; 38km dari Pematangsiantar. Jemaat ini memiliki kl 60 KK kepala keluarga yang berdiam di Nagori Sihaporas, yaitu dusun Gunung Pariama, Sihaporas Bolon, Sihaporas Bayu dan Sihaporas Aek Batu (Sibelu), dan termasuk Kecamatan Pamatang Sidamanik.
Ornamen batak yang tampak dalam arsitektur bangunan gereja adalah perencanaan Panitia Bangunan yang dipercayakan kepada mereka, Op Monika Ambarita (Ketua), Sekretaris Bangkit Ambarita dan Bendahara Arisman Ambarita (Pa Ardis). Tahapan pembangunan kini adalah memikirkan plafon gereja yang direncanakan akan dibuat dari kayu.
Sekilas sejarah HKBP Gn P Sihaporas, mesti mencantumkan nama Gunung Pariama (Panenan; Tempat Raja-raja berkumpul) karena pertapakan gereja yang luasnya kl 200m2 adalah pemberian dari tua-tua masyarakat Gunung Pariama. Dan dari sana sebenarnya pertama sekali digagasi untuk mendirikan jemaat ini. Perkumpulan-perkumpulan rumah tangga, yang dilakukan pada hari minggu di rumah Cst R Br Sirait, dan dibantu oleh para penatua dari jemaat HKBP Marihat Huluan. Misalnya, pernah dibantu oleh St Binnen Manik (Mantan Pangulu Jorlang Huluan), St Edison Sinaga (Mantan Kasek SD Inpres Sihaporas) dan pernah pula voorgangernya St Hotnen Harianja (dari Gunung Hariahan).
Kini Uluan Huria HKBP Gn Pariama Sihaporas 2008-12 adalah St Jabontor Sijabat, dari Aek Batu.
Ada beberapa denominasi di daerah ini al. HKBP, RK, dan satu lagi jemaat Gpdi yang bagi sebagian besar masyarakat memang diharapkan membasmi dan menghilangkan praktek animisme yang masih kental dipraktekkan di daerah ini; misalnya marbabi sitiotio; mamele; martutu aek dlsb. Pada waktu lalu, juga terlihat ada yang masih mempertahankan pemakaian hau tata; kayu mentah yang dipakai sebagai batang, peti mati seorang RK tua yang meninggal. Kayu kemiri yang masih basah dengan diameter kl 1,5 m itu kemudian digorga. Menurut mereka, tradisi ini berasal dan mereka bawa dari Samosir. Dan konon hau tata mesti dikerjakan pande (ahli; tukang) di harangan tidak bolerh dikerjakan di desa sampai selesai. Namun kini, mungkin dengan alasan tempat sudah dikerjakan didepan rumah yang kemalangan saja.
Praktek animisme, menyembah dan memuja para arwah leluhur, sombaon dll disinyalir adalah praktek yang ditolerir RK, hingga berkembang luas. Dalam beberapa hal praktek ini mirip ritus yang kerap dilakukan dalam sekte ini; sehingga selain HKBP gereja GPdI harus disyukuri keberadaannya dalam membasmi atau minimal sedikit demi sedikit mgnhilangkan praktek animisme ini.
Mata pencaharian masyarakat adalah bertani dengan membudidayakan kopi ateng (sigarar utang) yang konon di daerah ini tidak perlu di siangi apalagi diberi kompos. Dasawarsa lalu produk didaerah ini adalah pege, jahe yang sangat baik. Bahkan masyarakat sebenarnya dapat membangun dan sejahtera dari hasil tanaman ini. Tapi kenyataannya banyak yang tidak mempergunakannya untuk tujuan memperbaiki hidup, orang malah berjudi, mabukmabukan dan berfoya. Hingga datanglah virusnya, dan menghabisi semua mata pencaharian. Hingga kini kl 15 tahun sudah, belum ada orang yang menjamin virusnya sudah hilang; namun masih terngiang kejayaan jahe. Ada anekdot untuk itu, karena jahe pedas kini yang tinggal bagi masyarakat kenangan pahitnya saja : tinggal siak na ma nuaeng.
0 komentar:
Posting Komentar