SIHAPORAS
Desa atau Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Berjarak kurang lebih 28 kilometer ke barat Kota Pematang Siantar, atau sekitar 5 km dari tepi Danau Toba, Sipolha. Desa Sihaporas dimekarkan awal 2000-an, dari Desa Jorlanghuluan, tak lama setelah Kecamatan Pematang Sidamanik terbentuk, pemekaran Kecamatan Sidamanik.
Kawasan Sihaporas ditemukan dan dinamai oleh Ompu Mamontang Laut, yang meyeberang Danau Toba menggunakan "Solu" atau sampan dari Ambarita ke Ujung Mauli-Sipolha, lalu naik ke puncak Bukit Simaringga, kemudian hamparan lahan nan indah. Saking kagumnya pada laham nan indah itu, Ompu Mamontang Laut berujar, "Horas. Uli nai luat on, jala dekke Siporas (pora-pora) pe balga-balga." Dari kekaguman itulah, kemudian kawasan hutan yang ditemuinya dinamai SIHAPORAS. Ompu Mamongtang Laut bermarga Ambarita Lumbang Pea, marga sulung dari dua Ambarita, satu lagi, Ambarita Lumban Pining.
***
Tahun 1998, sebelum Desa Sihaporas terbentuk, kami beberapa warga Sihaporas menyampaikan aspirasi kepada unsur Muspida Kabupaten Simalungun. Ketika itu, seingat saya hari Rabu, kami bertujuh yakni Sorbatua Siallagan, Mangitua Ambarita, Edy Ambarita, Baren Ambarita, Anggarali Ambarita, Hotlan Ambarita dan saya (Domuara Ambarita).
Di kantor Bupati di Jalan Asahan Pematang Siantar, sebelum ibu kota dipindah ke Pematang Raya, kami ditemui Bupati John Hugo Silalahi, dan Wakil Bupati Hj R Dartatik Damanik. Kemudian di gedung DPRD, kami diterima Ketua DPRD Kabuapten Simalungun H Syahmidun Saragih.
Ada kejadian memperihatinkan sekaligus menggelikan yang sulit saya lupakan. Ketika itu sudah lewat tengah hari, kami belum ada tanda-tanda diterima Bupati. Saya mencari akal agar menarik perhatian Bupati, kemudian membuat skenario, abang saya, Edy Ambarita pura-pura mengamuk dan berontak ditandai suara keras karena rakyat yang hendak menyampaikan aspirasi tidak direspons Bupati.
Betul saja. Bupati segera memeprsilakan kami masuk. Tapi tentu saja, ajudan dan pengawal Bupati sempat marah-marha hampir meringkus Edy Ambarita karena dianggap berbuat onar.
Saat diterima, kami menyampaikan empat aspirasi pokok, saya masih ingat betul. Sebab saya yang merangkum aspirasi warga Sihaproas, saya hanya jadi juru bicara. Aspirasi tersebut adalah (1) pengerasan jalan/pengadaan batu untuk jalan antara perkebunan Indorayon hingga ke Kampung Lumban Ambarita seterunya ke Sihaproas Bolon, dan Aek Batu
(2) Mengalihkan jalan dari Sibeangan dan sebaligus membuat jembatan permanen, karena jemabtan darurat tersebut telah menelan korban jiwa. (Sampai saat itu ada dua korban meninggal di jembatan darurat Sibengan, yang menjadi poros utama penghubung Sihaporas Bolon dan Lumban Ambarita, yakni seorang remaja, Diman Ambarita warga Kampung Aek Batu, kemudian A Erni Ambarita warga Lumban Ambarita Sihaporas. Mereka meninggal dalam waktu berbeda, tetapi oleh penyebab yang sama, sepeda motor jatuh ke jurang sedalam puluhan meter saat menyeberangi jembatan terbuat dari batangan kayu.
(3) Pembangunan Listrik Masuk Desa. Aliran listrik belum ada, sedangkan jumlah penduduk, ekonomi dan kegiatan sosial kemasyarakatan terus tumbuh. Sekolah dan gereja pun sudah berdiri, tapi belum dialiri listrik. Kalau pun ada, swada warga, menggunakan mesin diesel. SD Negeri Sihaporas, dan sarana ibadah berupa gereja, Gereja Katolik Santo Yohanes Sihaporas, dan Gereja HKBP Gunung Pariama Sihaporas
4) Pemekaran Desa Sihaporas dari Desa Jorlanghuluan.
Pemekaran perlu untuk mendekatkan pelayanan aparat desa kepada warga. Sejak selama ini, aspirasi warga tidak tertampung, dan kepala desa jarang sekali berkunjung. Dengan pemekaran desa, diharapkan terpilih putra-putra desa terbaik, yang peduli akan nasib desa dan warganya. Kemudian kepala desa Sihaporas pertama, terpilih Baren Ambarita, abang saya.
Sekitar lima tahun dai penyampian aspirasi itu satu persatu permohonan disetujui. Terima kasih pemerintah Kabupaten Simalungun, terutama John Hugo Silalahi, Dartatik Damanik dan mantan Ketua DPRD Syahmidun Saragih.
***
Tradisi Batak Toba
Desa Sihaporas, berada di pegunungan Bukit Barisan. Posisinya diapit empat kecamatan, 1) Girsang Sipanganbolon (Prapat) di Selatan, Kecamatan Sidamanik di Barat, Kecamatan Jorlang Hataran di Utara, dan Kecamatan Dolok Panribuan di Timur.
Populasi ada di tiga Kampung; Lumban Ambarita Sihaporas, Aek Batu dan Sihaporas Bolon dengan total kepala keluarga kurang lebih 1.000 KK.
Dari tahun 1980-2000-an, Sihaporas tersohor selaku penghasil komoditas ekspor yakni jahe. Banyak pendatang berdatangan sebagai buruh tani ke desa ini saat musim bercocok tanam dan panen jahe. Kini, era jahe berlalu, dan berganti produk kopi.
Selain itu, tanaman palawija darat yakni cabai, tomat, jagung dan sayur-mayur juga tumbuh subur di desa ini.
Sayang, perhatian pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemprov Sumatera Utara masih minim, sehingga potensi dasar masyarakat lokal belum maksimal. Padahal, akses jalan ke transSumatera tidak begitu jauh, kurnag lebih 5 kilometer, salah satu keunggulan Desa Sihaporas.
Ada khasanah warga Sihaporas, mereka umumnya marga Ambarita, yang berasal dari Kecamatan Ambarita Toba Samosir. Setiap keluarga, kalau bukan kepala keluarga yang Ambarita, ya dari ibu rumah tangga. Kalaupun bukan Marba Ambarita, dipastikan masih kerabat, misalnya menantu atau saudara dekat. Warga masih sangat erat sistem kekerabatan yang diatur adat Batak Toba, walau tinggal di Simalungun. Satu dua, mulai timbul pertentangan, karena pengaruh orang luar, seperti perusahaan pulp-kayu dekat Desa Sihaproas, maupun akibat ulah anak perantau yang kembali ke desa.
Hingga kini sudah 13 generasi, sejak Ompu Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita ke Ujung Mauli, Sipolha, kemudian ke Sihaporas. Masyarakat setempat masih memegang teguh adat-istiadat dan tradisi Batak Toba, temasuk Ulaon Bolon, untuk ucapan syukur sekaligus mohon pertolongan Tuhan Yang Maha Esa. Ulaon Bolon biasanya diisi 'gondang sabangunan', musik tradisi Batak Toba, yang digelar minimal empat tahun sekali.
Lazimnya Ulaon Bolon dilaksanakan usai panen besar, sekitar Oktober atau November.
Sihaporas potensial, namun masih tertinggal dibandingkan daerah lain yang lebih maju di Sumatera Utara maupun di procinsi lain. Maka, kita dipanggil untuk peduli. Mari kita bangun Bona Pasogit, Bonani pinasa, rasanya menghidupkan kembali seruan mendiang mantan Gubernur Raja Inal Siregar "Marsipature Hutana Be" sangat perlu.
Beta hamu bo, ta pature huta Sihaporas.
Horas
By Domu Damiannus Ambarita
domuambarita@gmail.com
Desa atau Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Berjarak kurang lebih 28 kilometer ke barat Kota Pematang Siantar, atau sekitar 5 km dari tepi Danau Toba, Sipolha. Desa Sihaporas dimekarkan awal 2000-an, dari Desa Jorlanghuluan, tak lama setelah Kecamatan Pematang Sidamanik terbentuk, pemekaran Kecamatan Sidamanik.
Kawasan Sihaporas ditemukan dan dinamai oleh Ompu Mamontang Laut, yang meyeberang Danau Toba menggunakan "Solu" atau sampan dari Ambarita ke Ujung Mauli-Sipolha, lalu naik ke puncak Bukit Simaringga, kemudian hamparan lahan nan indah. Saking kagumnya pada laham nan indah itu, Ompu Mamontang Laut berujar, "Horas. Uli nai luat on, jala dekke Siporas (pora-pora) pe balga-balga." Dari kekaguman itulah, kemudian kawasan hutan yang ditemuinya dinamai SIHAPORAS. Ompu Mamongtang Laut bermarga Ambarita Lumbang Pea, marga sulung dari dua Ambarita, satu lagi, Ambarita Lumban Pining.
***
Tahun 1998, sebelum Desa Sihaporas terbentuk, kami beberapa warga Sihaporas menyampaikan aspirasi kepada unsur Muspida Kabupaten Simalungun. Ketika itu, seingat saya hari Rabu, kami bertujuh yakni Sorbatua Siallagan, Mangitua Ambarita, Edy Ambarita, Baren Ambarita, Anggarali Ambarita, Hotlan Ambarita dan saya (Domuara Ambarita).
Di kantor Bupati di Jalan Asahan Pematang Siantar, sebelum ibu kota dipindah ke Pematang Raya, kami ditemui Bupati John Hugo Silalahi, dan Wakil Bupati Hj R Dartatik Damanik. Kemudian di gedung DPRD, kami diterima Ketua DPRD Kabuapten Simalungun H Syahmidun Saragih.
Ada kejadian memperihatinkan sekaligus menggelikan yang sulit saya lupakan. Ketika itu sudah lewat tengah hari, kami belum ada tanda-tanda diterima Bupati. Saya mencari akal agar menarik perhatian Bupati, kemudian membuat skenario, abang saya, Edy Ambarita pura-pura mengamuk dan berontak ditandai suara keras karena rakyat yang hendak menyampaikan aspirasi tidak direspons Bupati.
Betul saja. Bupati segera memeprsilakan kami masuk. Tapi tentu saja, ajudan dan pengawal Bupati sempat marah-marha hampir meringkus Edy Ambarita karena dianggap berbuat onar.
Saat diterima, kami menyampaikan empat aspirasi pokok, saya masih ingat betul. Sebab saya yang merangkum aspirasi warga Sihaproas, saya hanya jadi juru bicara. Aspirasi tersebut adalah (1) pengerasan jalan/pengadaan batu untuk jalan antara perkebunan Indorayon hingga ke Kampung Lumban Ambarita seterunya ke Sihaproas Bolon, dan Aek Batu
(2) Mengalihkan jalan dari Sibeangan dan sebaligus membuat jembatan permanen, karena jemabtan darurat tersebut telah menelan korban jiwa. (Sampai saat itu ada dua korban meninggal di jembatan darurat Sibengan, yang menjadi poros utama penghubung Sihaporas Bolon dan Lumban Ambarita, yakni seorang remaja, Diman Ambarita warga Kampung Aek Batu, kemudian A Erni Ambarita warga Lumban Ambarita Sihaporas. Mereka meninggal dalam waktu berbeda, tetapi oleh penyebab yang sama, sepeda motor jatuh ke jurang sedalam puluhan meter saat menyeberangi jembatan terbuat dari batangan kayu.
(3) Pembangunan Listrik Masuk Desa. Aliran listrik belum ada, sedangkan jumlah penduduk, ekonomi dan kegiatan sosial kemasyarakatan terus tumbuh. Sekolah dan gereja pun sudah berdiri, tapi belum dialiri listrik. Kalau pun ada, swada warga, menggunakan mesin diesel. SD Negeri Sihaporas, dan sarana ibadah berupa gereja, Gereja Katolik Santo Yohanes Sihaporas, dan Gereja HKBP Gunung Pariama Sihaporas
4) Pemekaran Desa Sihaporas dari Desa Jorlanghuluan.
Pemekaran perlu untuk mendekatkan pelayanan aparat desa kepada warga. Sejak selama ini, aspirasi warga tidak tertampung, dan kepala desa jarang sekali berkunjung. Dengan pemekaran desa, diharapkan terpilih putra-putra desa terbaik, yang peduli akan nasib desa dan warganya. Kemudian kepala desa Sihaporas pertama, terpilih Baren Ambarita, abang saya.
Sekitar lima tahun dai penyampian aspirasi itu satu persatu permohonan disetujui. Terima kasih pemerintah Kabupaten Simalungun, terutama John Hugo Silalahi, Dartatik Damanik dan mantan Ketua DPRD Syahmidun Saragih.
***
Tradisi Batak Toba
Desa Sihaporas, berada di pegunungan Bukit Barisan. Posisinya diapit empat kecamatan, 1) Girsang Sipanganbolon (Prapat) di Selatan, Kecamatan Sidamanik di Barat, Kecamatan Jorlang Hataran di Utara, dan Kecamatan Dolok Panribuan di Timur.
Populasi ada di tiga Kampung; Lumban Ambarita Sihaporas, Aek Batu dan Sihaporas Bolon dengan total kepala keluarga kurang lebih 1.000 KK.
Dari tahun 1980-2000-an, Sihaporas tersohor selaku penghasil komoditas ekspor yakni jahe. Banyak pendatang berdatangan sebagai buruh tani ke desa ini saat musim bercocok tanam dan panen jahe. Kini, era jahe berlalu, dan berganti produk kopi.
Selain itu, tanaman palawija darat yakni cabai, tomat, jagung dan sayur-mayur juga tumbuh subur di desa ini.
Sayang, perhatian pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemprov Sumatera Utara masih minim, sehingga potensi dasar masyarakat lokal belum maksimal. Padahal, akses jalan ke transSumatera tidak begitu jauh, kurnag lebih 5 kilometer, salah satu keunggulan Desa Sihaporas.
Ada khasanah warga Sihaporas, mereka umumnya marga Ambarita, yang berasal dari Kecamatan Ambarita Toba Samosir. Setiap keluarga, kalau bukan kepala keluarga yang Ambarita, ya dari ibu rumah tangga. Kalaupun bukan Marba Ambarita, dipastikan masih kerabat, misalnya menantu atau saudara dekat. Warga masih sangat erat sistem kekerabatan yang diatur adat Batak Toba, walau tinggal di Simalungun. Satu dua, mulai timbul pertentangan, karena pengaruh orang luar, seperti perusahaan pulp-kayu dekat Desa Sihaproas, maupun akibat ulah anak perantau yang kembali ke desa.
Hingga kini sudah 13 generasi, sejak Ompu Mamontang Laut menyeberang dari Ambarita ke Ujung Mauli, Sipolha, kemudian ke Sihaporas. Masyarakat setempat masih memegang teguh adat-istiadat dan tradisi Batak Toba, temasuk Ulaon Bolon, untuk ucapan syukur sekaligus mohon pertolongan Tuhan Yang Maha Esa. Ulaon Bolon biasanya diisi 'gondang sabangunan', musik tradisi Batak Toba, yang digelar minimal empat tahun sekali.
Lazimnya Ulaon Bolon dilaksanakan usai panen besar, sekitar Oktober atau November.
Sihaporas potensial, namun masih tertinggal dibandingkan daerah lain yang lebih maju di Sumatera Utara maupun di procinsi lain. Maka, kita dipanggil untuk peduli. Mari kita bangun Bona Pasogit, Bonani pinasa, rasanya menghidupkan kembali seruan mendiang mantan Gubernur Raja Inal Siregar "Marsipature Hutana Be" sangat perlu.
Beta hamu bo, ta pature huta Sihaporas.
Horas
By Domu Damiannus Ambarita
domuambarita@gmail.com
0 komentar:
Posting Komentar